Selamat datang di jimmi charles

IMUNOLOGI DASAR

Sabtu, 10 Januari 20150 komentar

Imunologi Dasar : Makrofag dan Proses Fagositosis

Proses fagositosis adalah sebagian dari respons imun non spesifik dan yang pertama kali mempertemukan tuan rumah dengan benda asing. Istilah endositosis lebih umum dan mempunyai dua arti yaitu fagositosis (pencernaan partikel) dan pinositosis (pencernaan nonpartikel, misalnya cairan). Sel yang berfungsi menelan dan mencerna partikel atau substansi cairan disebut sel fagositik, terdiri dari sel fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear. Sel ini pada janin berasal dari sel hematopoietik pluripotensialyolk sac, hati, dan sumsum tulang.
Makrofag adalah sel darah putih yang melakukan beberapa kegiatan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Meskipun fungsi biasa makrofag dianggap untuk mendorong kekebalan bawaan non-spesifik, mereka juga membantu untuk memulai proses pertahanan tertentu. Sel-sel ini sangat penting untuk respon inflamasi, dan dapat didorong untuk mengejar target tunggal, seperti sel-sel tumor.
Sel makrofag didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dalam sistem fagositik mononuklear (dalam sistem retikulo-endotelial), ini merupakan istilah bagi sel-sel yang sangat fagositik yang tersebar luas di seluruh tubuh terutama pada daerah yang kaya akan pembuluh darah. Makrofag ditemui hampir pada seluruh organ tubuh, terutama pada jaringan ikat longgar.
Makrofag berasal dari sel-sel pada sumsum tulang, dari promonosit kemudian membelah menjadi monosit dan beredar dalam darah. Pada perkembangannya monosit ini berimigrasi ke jaringan ikat, kemudian menjadi matang dan berubah menjadi makrofag. Bentuk sel-sel makrofag dalam darah adalah berupa monosit, dalam jaringan ikat longgar berupa makrofag (histiosit), dalam hati berupa sel Kupffer, dan pada SSP (Susunan Saraf Pusat) sebagai mikroglia.
Makrofag adalah sel pada jaringan yang berasal dari sel darah putih yang disebut monosit. Monosit dan makrofaga merupakan fagosit, berfungsi baik pada pertahanan tidak spesifik dan juga pada pertahanan spesifik vertebrata. Peran mereka adalah untuk memfagositosis selular dan patogen baik sebagai sel tak berubah atau bergerak, dan untuk menstimulasikan limfosit dan sel imun lainnya untuk merespon patogen. Makrofag berasal dari monosit yang terdapat pada sirkulasi darah, yang menjadi dewasa dan terdiferensiasi dan kemudian bermigrasi ke jaringan. Makrofaga dapat ditemukan dalam jumlah besar terutama pada jaringan penghantar, seperti yang terhubung dengan saluran pencernaan, di dalam paru-paru (di dalam cairan tubuh maupunalveoli), dan sepanjang pembuluh darah tertentu di dalam hati seperti sel Kupffer, dan pada keseluruhan limpa tempat sel darah yang rusak didaur keluar tubuh.
Makrofag mampu bermigrasi hingga keluar sistem vaskuler dengan melintasi membran sel dari pembuluh kapiler dan memasuki area antara sel yang sedang diincar oleh patogen. Makrofaga adalah fagosit yang paling efisien, dan bisa mencerna sejumlah besar bakteri atau sel lainnya. Pengikatan molekul bakteri ke reseptor permukaan makrofaga memicu proses penelanan dan penghancuran bakteri melalui “serangan respiratori“, menyebabkan pelepasan bahan oksigen reaktif. Patogen juga menstimulasi makrofaga untuk menghasilkan kemokina, yang memanggil sel fagosit lain di sekitar wilayah terinfeksi. Makrofag tidak teraktivasi oleh stimulasi sejumlah sitokina seperti TNFα, IL-1β, IL-15 dan IL-8.
Makrofag adalah sel besar dengan kemampuan fagositosis, yang berarti “sel makan” dapat disamakan dengan pinositosis yang berarti “sel minum”. Fagositosis yaitu kemampuan untuk mengabsorbsi dan menghancurkan mikroorganisme (bakteri atau benda asing). Cara makrofag untuk menghancurkan (memakan) bakteri atau benda asing tersebut ialah dengan membentuk sitoplasma pada saat bakteri atau benda asing melekat pada permukaan sel makrofag, lalu sitoplasma tersebut melekuk ke dalam membungkus bakteri atau benda asing, tonjolan sitoplasma yang saling bertemu akan melebur menjadi satu sehingga bakteri atau benda asing akan tertangkap di dalam vakuola. Lisosom yang memiliki kemampuan untuk memecah materi yang berasal dari dalam maupun dari luar akan menyatu dengan vakuola sehingga bakteri atau benda asing tersebut akan musnah.
Fungsi
Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk memakan partikel dan mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu berkaitan dengan fungsi pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah menghasilkan IL (Inter Leukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari limfosit dan memobilisasi sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag juga merupakan sel sekretori yang dapat menghasilkan faktor nekrosis tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor) yang dapat membunuh sel tumor, juga menghasilkan beberapa substansi penting termasuk enzim-enzim (lisozim, elastase).
Dengan tidak adanya organisme asing seperti bakteri dan virus, salah satu fungsi makrofag adalah untuk melahap kotoran dan jaringan mati. Makrofag menyelesaikan tugas ini dengan cara yang sama bahwa mereka menghancurkan penyerbu asing, dengan proses yang disebut fagositosis. Selama proses ini, makrofag melebarkan pseudopods untuk mengambil obyek atau organisme, mengelilinginya, dan membawanya ke dalam tubuh dalam vesikel. Suatu struktur disebut lisosom kemudian ini bergabunag dengan vesikel, dan menghancurkan obyek dengan enzim dan bahan kimia beracun.
Setelah fagositosis telah dilakukan, fungsi lain dari makrofag menjadi jelas. Molekul di permukaan penyerang yang dapat dikenali oleh sel-sel kekebalan tubuh, yang dikenal sebagai antigen, yang diambil oleh makrofag, dan terikat di dekatnya sel T helper dalam proses yang dikenal sebagai “presentasi.” Dengan mengikat antigen ke molekul khusus pada permukaan sendiri, makrofag memastikan bahwa sel-sel darah putih lainnya tidak akan melakukan kesalahan dalam mengenali suatu penyerang. Jika sel T helper menemukan antigen yang cocok dengan yang itu disajikan oleh makrofag, akan memulai respon imun.
Makrofag juga terlibat dalam respon imun tertentu ketika direkrut oleh sel T. Fungsi makrofag mensyaratkan bahwa senyawa merilis sel T yang dikenal sebagai limfokin dalam menanggapi sel tumor atau sel somatik terinfeksi. Senyawa ini mengikat reseptor limfokin di permukaan makrofag, dan mengaktifkan makrofag untuk menyerang sel terdekat.
Fungsi lain dari makrofag melibatkan respon inflamasi. Setelah jaringan telah terluka, makrofag di daerah tersebut akan melepaskan zat kimia yang meningkatkan aliran darah ke daerah dan menyebabkan peradangan. Peradangan, meskipun menyakitkan, adalah penting untuk memastikan bahwa makrofag dan sel kekebalan lainnya dapat tiba untuk menyerang penyerbu potensial dan membersihkan sel-sel mati.
Setelah cedera, gelombang kedua makrofag tiba sekitar 48 jam kemudian, yang tidak terlibat dalam fagositosis atau peradangan. Makrofag ini bukannya merilis faktor untuk mendorong pertumbuhan jaringan, perbaikan, dan diferensiasi untuk membantu pulih dari kerusakan yang berhubungan dengan cedera. Komposisi yang tepat dari faktor ini belum diketahui, namun jaringan yang terluka ketika kekurangan makrofag cenderung lebih lambat sembuh, memberikan bukti keberadaannya.
Sel makrofag ini terdapat sebagai makrofag bebas dan makrofag tetap. Makrofag bebas merupakan sel yang mampu bergerak bebas, ditemukan pada jaringan interstisial berupa makrofag dan histiosit. Sedangkan makrofag tetap, tidak mampu bergerak seleluasa makrofag bebas, ditemukan pada jaringan interstisial limpa, kelenjar limfe, dan dalam hepar.
Leukosit polimorfonuklear beredar di sirkulasi yang kemudian bermigrasi ke tempat proses inflamasi, sedangkan sel mononuklear fagosit selain beredar di sirkulasi dan berkumpul di tempat inflamasi juga akan menetap di jaringan. Pada manusia, fagositosis diperankan oleh fagosit mononuklear, neutrofil, dan juga eosinofil. Sel ini sanggup mengenal benda asing melalui reseptor permukaan membran selnya, kemudian menelan dan mencernanya. Sel fagosit mononuklear mempunyai peranan lebih hebat daripada sel polimorfonuklear dalam hal endositosis dan interaksi dengan sel limfosit T, karena proses pematangan sel ini lebih progresif dari sel induknya di sumsum tulang.
FAGOSIT MONONUKLEAR
Makrofag dan monosit
Proses menelan dan mencerna mikroorganisme dalam tubuh manusia diperankan oleh dua golongan sel yang disebut oleh Metchnikoff sebagai mikro- (sel polimorfonuklear) dan makrofag. Istilah retikuloendotelial untuk monosit dan makrofag telah diganti dengan sistem fagosit mononuklear karena fungsi fundamental kedua sel ini adalah fagositosis. Dalam perkembangannya sel fagosit mononuklear dan sel granulosit dipengauhi oleh hormon.
Kedua sel ini berasal dari unit sel progenitor yang membentuk granulosit dan monosit (colony forming unit-granulocyte macrophage = CFU-GM). Hormon tersebut adalah glikoprotein yang dinamakan faktor stimulasi koloni (colony stimulating factor = CSF),seperti faktor stimulasi koloni granulosit-makrofag (granulocyt macrophage colony stimulating factor = GM-CSF), faktor stimulasi koloni makrofag (macrophage colony stimulating factor = M-CSF) dan interleukin-3 (IL3) yang merangsang diferensiasi sel CFU-GM menjadi sel monoblast yang kemudian menjadi sel promonosit dan sel mieloblast menjadi sel progranulosit. Sel promonosit dapat mengadakan endositosis tetapi daya fagositnya kurang dibandingkan dengan monosit. Sel monosit lebih kecil dari prekusornya tetapi mempunyai daya fagositosis dan mikrobisidal yang kuat. Perkembangan seri mononuklear sampai berada di darah perifer memakan waktu 6 hari dan mempunyai masa paruh di sirkulasi selama 3 hari (lihat Gambar 6-1). Terdapat 2 jenis fagosit di dalam sirkulasi yaitu neutrofil dan monosit, yaitu sel darah yang datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba intraselular dan memakannya (ingestion).
Tissue macrophages
NAMA SEL
LOKASI
Adipose tissue macrophages
Adipose tissue
Monocyte
Bone Marrow/Blood
Kupffer cell
Hati
Sinus histiocytes
Lymph node
Alveolar macrophage(dust cell)
Pulmonary alveolus of Lungs
Tissue macrophage (Histiocyte) leading to Giant cells
Connective Tissues
Langerhans cell
Skin and Mucosa
Microglia
Central Nervous System
Hofbauer cell
Placenta
Intraglomerular mesangial cell
Ginjal
Osteoclasts
Tulang
Epithelioid cells
Granulomas
Red pulp of Spleen
Peritoneal cavity
GANGGUAN SISTEM FAGOSIT MONONUKLEAR
Banyak penyakit yang dihubungkan dengan kekurangan fungsi fagositosis mononuklear, seperti pada infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis terdapat hiperplasia sel ini secara wajar, terutama di jaringan seperti kelenjar getah bening dan limpa. Tetapi sel fagosit ini dapat pula mengalami proliferasi secara berlebihan, seperti pada leukemia monositik, atau pada penyakit histiositosis yang ganas. Apabila produk lisozim berlebihan di jaringan dan tidak dapat dimetabolisme maka akan timbul penyakit yang tergolong dalam kelompok inborn error of metabolism dan hemosiderosis bila terjadi penimbunan besi (penyakit Gaucher, penyakit Hurler). Di samping itu, dapat juga terjadi disfungsi makrofag oleh karena kelainan genetik seperti misalnya pada pasien dengan penyakit granulomatosis kronik, oleh karena pasien tersebut kekurangan enzim yang diperlukannya dalam proses fagositosis. Terdapat beberapa cara untuk menilai fungsi fagosit, termasuk di antaranya hitung leukosit, uji NBT, kemiluminesensi neutrofil, dan uji kemotaksis. Pelbagai pemeriksaan tersebut akan diuraikan lebih lebih lanjut pada bab tentang pemeriksaan laboratorium.
PROSES FAGOSITOSIS
Sebelum peristiwa fagositosis akan terjadi kemotaksis yaitu migrasi sel fagosit ke jaringan karena pengaruh berbagai zat atau substansi dalam serum seperti C5a, N-formilmetionil peptida, sel limfosit, kolagen, dan elastin. Juga dikenal beberapa substansi yang bersifat kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil yang berasal dari komplemen (complement-derived chemotactic), faktor kemotaktik dari eosinofil (eosinophilic chemotactic factor), dan mediator yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil.
Pada orang normal diperkirakan 10-30% dari jumlah eosinofil mempunyai reseptor IgG. Aktivasi reseptor IgG pada sel eosinofil dengan IgG yang meliputi skistosoma akan menyebabkan degranulasi sel dan menghasilkan mediator newly generated LTC4. Aktivasi ini 10 kali lebih besar pada eosinofil hipodens dibanding eosinofil normodens.
Reseptor komplemen
Pada 40-50% eosinofil orang normal terdapat reseptor komplemen, sedangkan pada  neutrofil 90% mempunyai reseptor komplemen. Pada sindrom hipereosinofilia, infeksi parasit, dan atopi persentase reseptor komplemen akan meningkat yang membuktikan adanya proses inflamasi. Berdasarkan densitasnya sel eosinofil perifer terdiri dari 2 jenis, yaitu eosinofil hipodens dan normodens. Sel eosinofil aktif adalah yang hipodens. Eosinofil dapat diaktifkan oleh endotelium vaskular, T cell derived cytokines (GM-CSF, IL-3, IL-5) dan monocyte macrophage-derived cytokines (IL-l dan TNF). Peranan inflamasi sel eosinofil pada penyakit alergi telah banyak dibahas pada patogenesis respons inflamasi saluran napas pada asma.
 PROSES FAGOSITOSIS
Sebelum peristiwa fagositosis akan terjadi kemotaksis yaitu migrasi sel fagosit ke jaringan karena pengaruh berbagai zat atau substansi dalam serum seperti C5a, N-formilmetionil peptida, sel limfosit, kolagen, dan elastin. Juga dikenal beberapa substansi yang bersifat kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil yang berasal dari komplemen (complement-derived chemotactic), faktor kemotaktik dari eosinofil (eosinophilic chemotactic factor), dan mediator yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil.
Pada proses fagositosis mikroba harus menempel terlebih dahulu di permukaan sel fagosit. Sebelumnya mikroba sudah diserang dan diikat oleh antibodi. Penempelan ini dapat terjadi karena terdapat reseptor fragmen Fc dan reseptor C3b pada membran sel fagosit, makrofag dan neutrofil. Penempelan ini akan memulai fase menelan (ingestion)yang dipengaruhi sistem kontraktil aktin-miosin. Akan terbentuk pseudopodia di sekitar mikroba dan membran plasma akan ditarik mengelilinginya sehingga menyerupai zippersampai terbentuk vakuola (fagosom). Peristiwa ini berlangsung dalam beberapa menit dan kemudian granula berpadu dengan fagosom untuk melepaskan isinya di sekeliling mikroorganisme tersebut.
Proses pemusnahan
Peristiwa tergantung oksigen
Setelah proses fagositosis akan terjadi peningkatan aktivasi pirau heksosamofosfat menghasilkan NADPH yang akan dimanfaatkan untuk mengurangi ikatan molekul oksigen dengan sitokrom membran plasma (Cyt-b245) dan menyebabkan peningkatan hebat pemakaian oksigen (burst oxygen consumption). Oksigen akan diubah menjadi anion superoksida, hidrogen peroksida, O2, dan radikal hidroksil yang kesemuanya adalah mikrobisid kuat. Selanjutnya kombinasi peroksida, mieloperoksidase dan ion halida membentuk sistem halogen yang dapat membunuh bakteri dan virus.
Pada proses fagositosis mikroba harus menempel terlebih dahulu di permukaan sel fagosit. Sebelumnya mikroba sudah diserang dan diikat oleh antibodi. Penempelan ini dapat terjadi karena terdapat reseptor fragmen Fc dan reseptor C3b pada membran sel fagosit, makrofag dan neutrofil. Penempelan ini akan memulai fase menelan (ingestion)yang dipengaruhi sistem kontraktil aktin-miosin. Akan terbentuk pseudopodia di sekitar mikroba dan membran plasma akan ditarik mengelilinginya sehingga menyerupai zippersampai terbentuk vakuola (fagosom). Peristiwa ini berlangsung dalam beberapa menit dan kemudian granula berpadu dengan fagosom untuk melepaskan isinya di sekeliling mikroorganisme tersebut.
Proses pemusnahan
Peristiwa tergantung oksigen
Setelah proses fagositosis akan terjadi peningkatan aktivasi pirau heksosamofosfat menghasilkan NADPH yang akan dimanfaatkan untuk mengurangi ikatan molekul oksigen dengan sitokrom membran plasma (Cyt-b245) dan menyebabkan peningkatan hebat pemakaian oksigen (burst oxygen consumption). Oksigen akan diubah menjadi anion superoksida, hidrogen peroksida, O2, dan radikal hidroksil yang kesemuanya adalah mikrobisid kuat. Selanjutnya kombinasi peroksida, mieloperoksidase dan ion halida membentuk sistem halogen yang dapat membunuh bakteri dan virus.
Proses pemusnahan oleh fagosit
Mekanisme tergantung oksigen
Glukosa + NADP*



NADPH + O2


2O2 +  2H+
O2- + H2O2


H2O2 + Cl-
OCl- + H2O

2O2 + 2H+
2H2O2

pirau heksosa monofosfat                           

sitokrom b-245
                
                               
stimulasi spontan
    


myeloperoksidase


dismutase superoksida



Pentosa fosfat + NADPH + O2
Pelepasan O2 + pembentukan ion peroksida

NADP* + O2-

H2O2 + ‘O2
OH + OH- + ‘O2
Pembentukan zat mikrobisida spontan

OCl_ + H2O Molekul mikrobisidal
1O2 + Cl_ + H2O

O+ H2O2
2H2O + O2
                                                                 mekanisme pelindung yang digunakan host + mikroba

Mekanisme tidak tergantung oksigen
Protein kationik (katepsin G)
Lisozim
Laktoferin
Enzim proteolitik
Berbagai enzim proteolitik
                 
                                                  
Merusak membran mikroba
Memecah mukopeptida di dinding bakteri
Proliferasi bakteri dengan besi
Organisme mati dimusnahkan
(JA Bellanti, JV Kadlec) 
Peristiwa tidak tergantung oksigen
Di samping peristiwa fagositosis yang tergantung oksigen, juga terdapat peristiwa fagositosis yang tidak tergantung oksigen. Keadaan pH yang rendah, lisozim, dan laktoferin merupakan faktor bakterisid dan bakteriostatik dalam keadaan tidak ter- gantung oksigen. Dalam peristiwa yang tidak tergantung oksigen ini, mikroorganisme yang dibunuh kemudian dicerna oleh enzim hidrolise dan hasilnya akan dilepas keluar.
DAFTAR PUSTAKA
  • Yohnston RB. Monocytes and macrophages. Dalam: Lachman PJ, Keith DP, Rosen FS, Walprot MJ, penyunting. Clinical aspects of immunology, vol 1; edisi ke-5, Oxford: Blackwell Scientific, 1993.
  • Roitt IM. Innate immunity. Dalam: Roitt IM, penyunting. Essential immunology. Edisi ke-6, London: Blackwell Scientific, 1988; 1-13.
  • Zena W. Phagocytic cells, chemotaxis and effector function of machrophages and granulocytes. Dalam: Stites DP, Stobo JP, Fudenberg HH, Wells JV, penyunting. Basic and clinical immunology; edisi ke-5. Singapore: Lange/Maruzen, 1982; 104-18
  • Semyon Zalkind (2001). Ilya Mechnikov: His Life and Work. Honolulu, Hawaii: University Press of the Pacific. pp. 78, 210.
  • Krombach, F., Münzing, S., Allmeling, A. M., Gerlach, J. T., Behr, J., Dörger, M. (1 September 1997). “Cell size of alveolar macrophages: an interspecies comparison”.Environ. Health Perspect. 105 Suppl 5 (Suppl 5): 1261–3.
  • Ovchinnikov, Dmitry A. (2008). Macrophages in the embryo and beyond: Much more than just giant phagocytes. Institute for Molecular Bioscience and Cooperative Research Centre for Chronic Inflammatory Diseases (CRC-CID), University of Queensland, Brisbane, Queensland, Australia.: researchgate.netRetrieved 2013-06-28. “Macrophages are present essentially in all tissues, beginning with embryonic development and, in addition to their role in host defense and in the clearance of apoptotic cells, are being increasingly recognized for their trophic function and role in regeneration.”
  • Khazen, W., M’bika, J. P., Tomkiewicz, C., et al. (October 2005). “Expression of macrophage-selective markers in human and rodent adipocytes”. FEBS Lett. 579 (25): 5631–4.
  • Inflammation in Wound Repair: Molecular and Cellular Mechanisms”come.mx. 2007. Retrieved 2013-08-17. “Monocytes/macrophages. Unless stimuli for neutrophil recruitment persist at the wound site, the neutrophil infiltration ceases after few days, and expended neutrophils are themselves phagocytosed by macrophages, which are present at the wound side within 2 days after injury.”
  • David M. Mosser and Justin P. Edwards (December 2008). “Exploring the full spectrum of macrophage activation”Nature Reviews Immunology 8 (12): 958–969. 
  • “The lymphocyte story”New Scientist (1605): 1. Retrieved 2007-09-13.
  • Galdiero, MR; Garlanda, C; Jaillon, S; Marone, G; Mantovani, A (2012). “Tumor associated macrophages and neutrophils in tumor progression”. J Cell Phys: n/a.
  • Krippendorf, BB; Riley, DA (January 1993). “Distinguishing unloading-versus reloading-induced changes in rat soleus muscle”. Muscle Nerve 16 (1): 99–108.
  • St Pierre BA, JG Tidball (1994). “Differential response of macrophage subpopulations to soleus muscle reloading following rat hindlimb suspension”.Journal of Applied Physiology 77 (1): 290–297.
  • Tidball JG, Berchenko E, Frenette J (1999). “Macrophage invasion does not contribute to muscle membrane injury during inflammation”. Journal of Leukocyte Biology 65 (4): 492–498.
  • Schiaffino S, Partridge T (2008)). Skeletal Muscle Repair and Regeneration. Advances in Muscle Research 3. p. 380.
  • Brechot et al.; Gomez, Elisa; Bignon, Marine; Khallou-Laschet, Jamila; Dussiot, Michael; Cazes, Aurélie; Alanio-Bréchot, Cécile; Durand, Mélanie et al. (2008). “Modulation of Macrophage Activation State Protects Tissue from Necrosis during Critical Limb Ischemia in Thrombospondin-1-Deficient Mice”. In Cao, Yihai. PLoS ONE 3 (12): e3950.
  • Tidball JG, Wehling-Henricks M (2007). “Macrophages promote muscle membrane repair and muscle fibre growth and regeneration during modified muscle loading in mice in vivo”. The Journal of Physiology 578 (Pt 1): 327–336. 
  • de la Torre J., Sholar A. (2006). Wound healing: Chronic woundsEmedicine.com. Accessed January 20, 2008.
  • Expert Reviews in Molecular Medicine. (2003). The phases of cutaneous wound healing. 5: 1. Cambridge University Press. Accessed January 20, 2008.
  • Lorenz H.P. and Longaker M.T. (2003). Wounds: Biology, Pathology, and Management. Stanford University Medical Center. Accessed January 20, 2008.
  • Swirski, F. K.; Nahrendorf, M.; Etzrodt, M.; Wildgruber, M.; Cortez-Retamozo, V.; Panizzi, P.; Figueiredo, J.-L.; Kohler, R. H. et al. (2009). “Identification of Splenic Reservoir Monocytes and Their Deployment to Inflammatory Sites”. Science 325 (5940): 612–616.
  • Jia, T.; Pamer, E. G. (2009). “Dispensable But Not Irrelevant”. Science 325 (5940): 549–550. 
  • Deodhar, AK; Rana, RE (4/1/1997). “Surgical physiology of wound healing: a review”Journal of Postgraduate Medicine 43 (2): 52–6.
  • Rosenberg L., de la Torre J. (2006). Wound Healing, Growth Factors.Emedicine.com. Accessed January 20, 2008.
  • Newton, P. M.; Watson, J. A.; Wolowacz, R. G.; Wood, E. J. (2004). “Macrophages Restrain Contraction of an In Vitro Wound Healing Model”Inflammation 28 (4): 207–14.
  • Greenhalgh, D.G. (1998). “The role of apoptosis in wound healing”. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology 30 (9): 1019–1030.
  • Mercandetti M., Cohen A.J. (2005). Wound Healing: Healing and Repair.Emedicine.com. Accessed January 20, 2008.
  • Stashak, T.S.; Farstvedt, E.; Othic, A. (2004). “Update on wound dressings: Indications and best use”. Clinical Techniques in Equine Practice 3 (2): 148–163.
  • Souppouris, Aaron (2013-05-23). “Scientists identify cell that could hold the secret to limb regeneration”. the verge.com. “Researchers have identified a cell that aids limb regrowth in Salamanders. Macrophages are a type of repairing cell that devour dead cells and pathogens, and trigger other immune cells to respond to pathogens.”
  •  “Macrophages are required for adult salamander limb regeneration”. University of Texas. 2013-04-24. 
  • Ryan KJ, Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (4th ed.). McGraw Hill. 
  • “Chikungunya Disease: Infection-Associated Markers from the Acute to the Chronic Phase of Arbovirus-Induced Arthralgia”. Retrieved 2012-06-14.
  • Lucas AD, Greaves DR (November 2001). “Atherosclerosis: role of chemokines and macrophages”. Expert Rev Mol Med 3 (25): 1–18.
  • Sebastiaan Bol, Viviana Cobos-Jiménez, Neeltje Kootstra and Angélique van ’t Wout, Future Virology, February 2011,Dr.Andy Pozo Vol. 6, No. 2, Pages 187–208.http://www.futuremedicine.com/toc/fvl/6/2
  • Gary Stix (July 2007). “A Malignant Flame”Scientific American 297: 46–9. 
  • Lin EY, Li JF, Gnatovskiy L, Deng Y, Zhu L, Grzesik DA, et al. Macrophages regulate the angiogenic switch in a mouse model of breast cancer. Cancer Res 2006; 66:11238-46.
  • Bingle L, Brown NJ, Lewis CE. The role of tumour-associated macrophages in tumour progression: implications for new anticancer therapies. J Pathol 2002; 196:254-65.
  • Weisberg SP, McCann D, Desai M, Rosenbaum M, Leibel RL, Ferrante AW. Obesity is associated with macrophage accumulation in adipose tissue. Journal of Clinical Investigation 2003; 112:1796-808
  • Golub SE. Immunology: A synthesis. Sunderland: Sinauer, 1987; 103-11.
  • Bellanti JA, Kadlec JV. General immunology. Dalam: Bellanti JA, penyunting. Immunology III. Philadelphia: WB Saunders, 1985;16-53.
Basic Immunology:  : 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. ARTIKEL KEPERAWATAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger