HomeArtikel Keperawatan dan umum fraktur (ptah tulang) yang sering terjadi pada lansia
Artikel Keperawatan dan umum fraktur (ptah tulang) yang sering terjadi pada lansia
Artikel Keperawatan dan Umum Fraktur (patah tulang) yang
sering terjadi pada lansia
Artikel Keperawatan dan Umum
Fraktur (patah
tulang) yang sering terjadi pada lansia
Fraktur merupakan
salah satu masalah musculoskeletal (tulang dan otot) yang sering terjadi pada
manusia lanjut usia, dan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis
dianggap yang paling menyebabkan morbiditas dan disalbilitas pada lanjut usia.
Pada tulisan ini, penulis akan mencoba membahas tiga jenis fraktur berdasarkan
lokasinya yang sering terjadi pada lansia yaitu (1) fraktur kompresi Vertebra,
(2) fraktur panggul, dan (3) fraktur pinggul.
Fraktur ini menyebabkan sakit punggung yang merupakan
gejala osteoporosis yang paling sering dijumpai. Gejala yang mungkin terjadi
paling awal adalah nyeri akut pada bagian tengah sampai bagian bawah vertebra
toraksika selama aktifitas harian rutin. Focus pada perawatan fraktur kompresi
akut ini adalah mengurangi gejala sesegera mungkin dengan bedrest pada
posisi apapun untuk memberikan kenyamanan maksimum pada klien. Relaksan untuk
otot seperti panas dan analgesic juga dapat digunakan bila ada indikasi, karena
penggunaan relaksan otot jangka pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi
spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur seperti ini.
Setelah nyeri berkurang, segerakan klien untuk mencoba
bangun dari tempat tidur secara perlahan dan dengan dibantu oleh perawat.
Latihan dengan bantuan ini diharapkan dapat memperbaiki deformitas postural dan
dapat meningkatkan tonus otot. Selain itu klien juga harus diajarkan tentang
cara mencegah ketegangan punggung dengan menghindari gerakan berputar atau
pergerakan yang kuat atau membungkuk secara mendadak. Tindakan yang berhubungan
dengan cara mengangkat dan membawa barang-barang juga perlu dijelaskan.
Fraktur Panggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena
terjatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe
cidera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia
akibat fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena
fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius,
seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur
uretra serta kandung kemih.
Fraktur Pinggul
Hoolbrook
(1984) melaporkan bahwa 1 dari 20 klien yang berusia lebih dari 65 tahun yang
baru saja dirawat di rumah sakit mengelami penyembuhan dari fraktur pinggul,
dan pada klien yang berasal dari panti werda, 70% tidak bertahan hidup 1 tahun,
hanya sepertiga dari klien yang dapat bertahan hidup setelah mengalami fraktur
pinggul dapat kembali ke gaya hidup dan tingkat kemandirian yang dapat
dibandingkan dengan kondisi sebelum klien mengalami fraktur tersebut.
Antara 75 dan 80% dari semua fraktur tulang pinggul
mempengaruhi wanita, dan hampir setengahnya terjadi pada seseorang yang berusia
80 tahun atau lebih. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul ini adalah
rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta
nyeri tekan di lokasi fraktur.
Penatalaksanaan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan
pascaoperasi yang jika tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang
berdampak kurang baik terhadap klien.
Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang
tidak mengalami cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan
operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze yang
dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang
berfungsi untuk membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu
mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi.
Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran
cairan, mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk,
memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan
luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi
fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir
dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi
eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat
menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus
senantiasa menggunakan 3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi,
pertahankan bidai abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari
mengganti posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang
berat pada ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah
mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda
penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.
Posting Komentar